CreepyPasta#37 : DEJA VU




DEJA VU
By: Chuck_Bloode






Memudarnya waktu pagi ini terlalu cepat. Ah..., mungkin aku yang terlambat menaikkan energi pagiku. Oh sial. Hari ini aku diperlukan untuk hal penting di Kampus. Mungkin, jadi Ketua Mahasiswa itu selalu dicekik waktu.
Beberapa menit berlalu, aku memanaskan motor yang memakan waktu tebal-setebal kayu berduri. Gesitnya aku melaju setelah motor-ku siap untuk mengantar ku yang sedang di cium ke-kesalan. Knalpot mengeluarkan kabut hitam yang pekat akan baunya yang merusak pernapasan. Aku tidak peduli.
Di jejeran mobil-motor di depanku aku susul dengan kecepatan yang aku bisa. Keburu-buru. Was-was. Hati tidak tenang. Gemetar. Oh, sial, hari yang menginjak seluruh tulangku. Memukul tubuh aktivitas ku. Bukan. Ini hampir membunuhku.
Setelah jejeran mobil-motor berhasil aku lewati, tidak disangka hal yang tak terduga datang tanpa izin-ku. Aku terbentur seperti palu dengan besi paku. Terlempar seperti peluru lepas dari senapan elit. Tubuhku tergelintir seperti salju yang melaju melewati pohon berduri dari puncak gunung.
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan korban yang aku tabrak tadi. Aku hanya mengurus rasa sakitku. Menyimak suara tulang yang meremuk. Memandang darah yang sudah menghitam yang menyentuh tanah. Aku pening. Tubuhku tidak terasa. Bumi terasa goyang. Oh, Tuhan.... Jangan ambil aku sekarang. Rasa sakit yang teramat sakit.
****
Aku tersadar dengan bekas rasa sakit tadi itu. Mungkin aku marah. Mungkin aku akan memakinya bila dia didepanku. Menyeringai dengan amarah yang sudah lepas dari kandangnya selama berabad-abad. Jujur, aku akui dia adalah pemakai motor yang bodoh akan ugal-ugalannya mengendarai. Mungkin dia terburu-buru. Tapi dia tidak peduli dengan orang tua pincang seperti aku. Beruntung keberuntungan menjadi tameng-ku tadi. Oh tuhan aku bersyukur.
Tulang yang dimakan waktu kini di sambut oleh taring musibah tadi. Urat yang telah di jepit waktu kini terkikis hebat oleh musibah tadi. Kulit yang sudah di lipat oleh waktu kini terkupas kecil oleh musibah itu. Sungguh, pertemuan pertama dengan musibah itu sangat mengenaskan.
Beruntung hidupku tidak terambil saat itu. Aku benar-benar bersyukur.
Kini aku bisa bergerak, menikmati pandangan luar RS walaupun hanya bisa di gerakkan oleh Kursi ber-roda ini.
Melihat mobil lalu lalang di seberang tembok pembatasan RS disana sungguh mengingat musibah itu. Trauma yang amat pedih.
Kata Dokter pengendara itu adalah mahasiswa. Kata Dokter lagi dia sudah meninggal kehabisan darah yang teramat banyak. Aku ikut berduka.
Wah.... ada bakso disana. Ku cengkram dan ku dorong roda kursiku. Antusias. Maklum, orang tua yang selalu suka dengan bakso yang bulat dengan bumbu yang bisa menceriakan lidah.
"Pak, bakso satu mangkok saja!." Suruhku.
Tangan kananku masuk ke kantongku mengambil se-kertas uang yang membiru. Sementara tangan kiriku mencoba menjangkau mangkok pesananku. Mungkin aku di posisi duduk, aku susah.
Uangku mengundang kekesalan-ku. Dia terbang mengikuti arah angin, akhirnya dia terlantang di garis putih jalan raya. Tanpa lihat kanan kiri, aku langsung saja melajukan roda kursiku ke sana. Tiba-tiba.......
Aku tidak tahu apa itu yang mengenaiku. Terasa besar dan keras. Hantamannya setara dengan apa yang aku rasakan saat musibah itu. Kini orang tua ini menusuri aspal dengan kulitnya yang legam. Tulang ku kini tambah remuk. Dan itu yang aku rasakan saat ini. Rasa sakit yang tadi seketika hilang. Rasa tulang yang remuk itu binasa. Aku tak sadarkan diri.
****

Lima menit lagi, lima menit lagi awal mulainya aku memasuki acara yang meriah seperti ciparan kembang api, mungkin itu yang mereka pikirkan, tetapi itu hanya pertemuan biasa bagiku. Tak semeriah apa yang mereka bayangkan di gambaran angan-angan mereka.
Mahasiswa yang sangat sibuk dengan kesemaknya waktu kuliahan, tidak peduli malam gelap atau siang terang nan panas. Sial ini memakan waktu yang lama.
Di tengah aku memanaskan motorku, aku merasakan sesuatu hal yang sudah tergambar sebelumnya, tapi kapan?. Apa itu?. Perasaan apa ini?. Aku tidak tahu. Tapi yang penting malam ini - aku harus sampai pada waktu - yang telah di tentukan. Ku perlihatkan mataku untuk melihat arlojiku. Aku langsung mengangkat dada. Terbelalak. Aku harus cabut dari tempat ini.
Suara erangan motorku mungkin menganggu pendengaran. Tapi aku tidak peduli.
Aku hanya merasakan diriku melaju seperti Rosi. Cepat seperti frekuensi cahaya. Mungkin tidak terhitung Kilometer-per-jam-nya. Mobil, motor tersalip mendadak. Malam yang sangat membuatku mati terburu-buru.
Hah, perasaan tadi datang berbolak-balik. Ingatanku seperti meng-isyaratkan sesuatu yang terjadi. Ada objek gambar yang terlihat samar-samar di kepalaku. Apakah ada sesuatu yang akan terjadi?. Apakah ini pertanda buruk?. Apakah ini adalah gangguan indra ke-6?.
Jemariku mendadak meleset menekan siplon. Berbunyi. Tapi orang tua dengan kursi roda itu terus melaju seperti rubah yang tidak peduli sekitarnya. Apa yang terjadi sekarang?.
Perkiraan satu detik berlalu itu terjadi. Aku menabraknya dengan hantaman boxer yang handal. Aku terlempar jauh. Motorku tersosor menciptakan cipratan kembang api. Tubuhku seperti bola yang selalu digiring berjam-jam. Tulangku terasa terpisah.
Bukan sakit yang aku rasakan saat aku sibuk terguling.
Bukan.
Bukan itu.
Tetapi aku merasakan ini terjadi dua kali.










Comments

Popular posts from this blog

Urband Legend#6 : Aokigahara Forest

CreepyPasta#35 : A Peculiar Case of Sleep Paralysis

UrbandLegend#4 : Gozu